Rabu, 19 Oktober 2016

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya tingkat kesadaran masyarakat akan arti pentingnya nilai gizi, maka meningkat pula permintaan akan kebutuhan bahan pangan. Salah satu kebutuhan bahan pangan yang terus meningkat permintaannya adalah protein hewani. Babi merupakan salah satu ternak monogastrik yang memiliki potensi sebagai sumber protein hewani dengan sifat-sifat yang dimiliki seperti prolifik (melahirkan banyak anak setiap kelahiran) dan efisien dalam mengkonversi bahan pakan menjadi daging. Di Provinsi Papua Barat babi dipelihara sebagai ternak potong dan di antara Kabupaten Kota se-Provinsi Papua Barat, Kabupaten Manokwari memiliki persentasi populasi ternak babi tertinggi yaitu 47,55% dari jumlah keseluruhan populasi atau sebesar 38451 ekor (BPS Papua Barat, 2013).
Di Kabupaten Manokwari khususnya bagi masyarakat pribumi (Arfak),  ternak  babi memiliki manfaat sosial yang sangat menonjol.  Manfaat sosial yang dimaksud adalah ternak babi sebagai penentu status sosial, pembayaran mas kawin, pembayaran denda dan digunakan dalam upacara ritual lainnya (Rahardjo dkk, 1990 yang disitasi oleh Marani, 2004). Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Arfak, ternak babi bersaing dengan manusia dalam hal penggunaan pakan  karena ternak babi juga ikut mengonsumsi pangan yang dikonsumsi oleh manusia seperti nasi, keladi, betatas, singkong dan jagung.
Dalam pengembangan usaha peternakan babi, segi tiga peternakan harus diperhatikan yaitu penyediaan bibit yang bermutu, manajemen serta pakan yang berkualitas. Di antara ketiga faktor tersebut, penyediaan pakan membutuhkan biaya terbesar yaitu 60-80% dari total biaya produksi suatu usaha peternakan   (AAK, 1993). Hal ini dapat diatasi dengan memanfaatkan bahan pakan yang tidak bersaing dengan kebutuhan manusia tanpa mengabaikan kualitas, kontinutas dan palatabilitas dari bahan pakan tersebut.

Masalah
Kendala yang dihadapi peternak babi di Kota Manokwari adalah ketersedian pakan yang masih bersaing dengan manusia. Selain itu  ransum komersil untuk ternak babi masih diimpor dari luar Manokwari sehingga harga ransum mahal. Mengingat di tanah Papua manfaat sosial ternak babi sangat menonjol serta nilai ekonomis ternak babi juga menjanjikan maka perlu dicari pakan alternatif dalam usaha pemeliharaan ternak babi. Bahan pakan limbah merupakan alternatif pakan yang cukup potensial karena selain harga murah juga tidak bersaing dengan manusia. Saat ini di Kota Manokwari bahan pakan limbah yang ada belum teridentifikasi dan jumlah produksi bahan pakan limbahnya juga belum diketahui. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bahan pakan limbah yang tersedia di Kota Manokwari.

Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.         Mengidentifikasi jenis-jenis bahan pakan limbah di kota Manokwari.
2.         Mengetahui jumlah produksi bahan pakan limbah di Kota Manokwari.
Manfaat dari penelitian inisebagai informasi bagi peternak babi di Provinsi Papua Barat pada umumnya, dan di Kabupaten Manokwari pada khususnya mengenai berbagai jenis bahan pakan limbah yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak babi yang memiliki ketersediaan kontinu dan tidak bersaing dengan manusia.



TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Pakan
Tillman et al (1991), bahan pakan adalah bahan yang dapatdimakan, dicerna, dan digunakan oleh hewan. Bila ditinjau dari seginutrisi, pakan merupakan unsur yang sangat menentukan pertumbuhan reproduksi dankesehatan hewan.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Anonimous (2012a), bahan pakan dibedakan menjadi bahan pakan sumber energi, sumber protein, sumber vitamin, dan mineral.
1.        Bahan pakan dalam golongan sumber energi adalah semua bahan pakan ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20% dengan konsentrasi serat kasar yang rendah. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:
(a).             Kelompok biji-bijian misalnya; jagung, dangandum,
(b).            Kelompok hasil sampingan serealia misalnya; dedak dan bekatul.
(c).             Kelompok umbi-umbian (ketela rambat, ketela pohon dan hasil sampingannya), dan
(d).            Kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput (rumput gajah, rumput benggala dan rumput setaria).
2.        Bahan pakan sumber protein, meliputi semua bahan pakan ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (berasal dari hewan/tanaman). Golongan ini dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu;
(b).       Kelompok hijauan sebagai sisa hasil pertanian yang terdiri atas jenis daun-daunan sebagai hasil sampingan (daun nangka, daun pisang, daun ketela rambat, ganggang dan bungkil kedelai).
(c).        Kelompok hijauan yang sengaja ditanam, misalnya lamtoro, turi kaliandra, gamal dan sentero.
(d).       Kelompok bahan yang dihasilkan dari hewan (tepung ikan, tepung tulang dan sebagainya).
3.        Bahan pakan sumber vitamin dan mineral yaitu bahan pakan yang mengandung vitamin dan mineral misalnya, tepung batu kapur(limestone), urea dan beberapa mineral lainnya.

Limbah
Pengertian limbah secara harafiah adalah sisa proses produksi, termasuk air buangan pabrik. Pengertian sisa disini harus diartikan sebagai bahan sampingan yang tersisa setelah proses produksi utama selesai. Dalam bidang pertanian, industri, perkebunan, peternakan, pengertian limbah didefinisikan sebagai bahan sampingan (byproduct), bahan terbuang dan tidak terpakai (waste-product), dan bahan sisa(Mastika, 2011).Winarno (1985)  yang dikutip Mastika (2011) memberikan definisi khusus untuk limbah hasil pertanian sebagai bahan yang merupakan buangan dari proses perlakuan atau pengolahan untuk memperoleh hasil utama dan hasil sampingan. Dilain pihak, Devendra (1983) dalam Mastika (2011) mendefinisikan limbah industri pertanian (agro-industrial byproduct ) sebagai semua bahan pakan ternak yang biasa digunakan dalam ransum dan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi.
Ransum
Ransum merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan usaha peningkatan produksi peternakan. Ransum didefinisikan sebagai campuran hasil pertanian dan hasil-hasil perikanan, sisa dapur, serta hijauan muda sebagai sumbervitamin (Susilorini dkk., 2008).
Ransum dibutuhkan antara lain untuk pertumbuhan, produksi, reproduksi, dan  hidup pokok. Ransum merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan kehidupan ternak. Ransum yang berkualitas  adalah ransum yang mempunyai kandungan nutrisi  (protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin) yang seimbang.

Deskripsi Berbagai Sumber Bahan Pakan Limbah
Limbah Pertanian
Limbah pertanian adalah bagian tanaman pertanian diatas tanah atau bagian pucuk, batang yang tersisa setelah dipanen atau diambil hasil utamanya (Anonimous, 2012 b). Limbah pertanian yang biasa digunakan sebaga bahan pakan ternak babi antara lain; dedak padi, dedak gandum, kulit jagung dan jerami kacang kedelai.
Dedak merupakan hasil ikutan padi, jumlahnya sekitar 10% dari jumlah padi yang digiling menjadi beras (Anonimous, 2009). Bahan ini  bisa digunakan sebagai sumber energi bagi pakan ternak babi, yang mana penggunaannya rata-rata mencapai 10-20% dari total ransum. Energi yang terkandung dalam dedak padi bisa mencapai 2980 kkal/ kg (NRC, 1998).
Kulit jagung adalah salah satu hasil ikutan dari jagung dengan komposisi zat nutrisi berdasarkan berat kering miliputi  BK 93,95%, PK 1,59%, LK 0,13%, SK 31,77%, Abu 2,21, Ca 0,16, P 0,37,  GE 4112,17 dan ME 3245 (Lekitto dkk., 2013).

Limbah Industri Kecil
Limbah industri kecil adalah hasil sampingan dari industri kecil antara lain industri pembuatan tahu, pembuatan tempe, pembuatan tauge dan pembuatan keripik keladi yang memiliki nilai ekonomis. Yang tergolong sebagai limbah industri kecil antara lain; ampas tahu dan kulit kedelai (Said dkk., 2010).
Pada dasarnya, proses produksi tahu menghasilkan dua macam limbah yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat industri tahu adalah ampas tahu dan kulit kacang  kedelai sebagai pakan ternak. Pujiarti dalam Nainggolan (1994) ampas tahu memiliki kandungan nutrisi dengan protein 28,50%, serat kasar 23,42%, lemak 6,20%, abu 5 % dan BETN 24%. Ampas tahu dan kulit ari biji sangat baik diberikan pada babi menyusui atau penggemukan, dapat menggantikan kosentratkomersial hingga 75%. Namun untuk sapi penggemukan, pemberian ampas tahu dalam waktu yang lama (>6 bulan) dan dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tekstur daging kurang padat dan berlemak (Anonimous, 2013).

Limbah Peternakan
Limbah peternakan adalah sisa buangan dari hasil kegiatan usaha peternakan, rumah pemotongan hewan dan pengolahan hasil produksi ternak (Ginting, 2007) yang disitasi oleh Anonimous, 2012c).  Limbah peternakan  yang umum digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah yang bersifat padat dan cair. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (misal; kotoran ternak dan ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan ternak).  Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (misal; urin dan darah).
Limbah Perikanan
Limbah perikanan, yaitu beberapa jenis ikan yang merupakan hasil sampingan pada penangkapan udang dan limbah pada pembekuan dan pengolahan/pengalengan seperti bagian kepala, sirip, ekor, dan isi perut (Tambunan et al., 1985 dalamMastika, 2011).

Limbah Sayur
Ada beberapa jenis limbah sayuran pasar yang dapat digunakan sebagai pakan ternak diantaranya adalah limbah dari sayur bayam, kangkung, dan kubis. Komposisi nutrisi beberapa limbah sayuran dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1: Komposisi Nutrisi Limbah Sayuran

Limbah
Sayuran
BK
Energi
(kkal)
PK
(g)
SK
(g)
Kapur
(mg)
Fe
(mg)
KH
(g)
Air
(g)
LK
Bayam
15,2
43
5,2
1,0
340
4,1
6,5
86,6
-
Kangkung
10,0
30
2,7
1,1
60
2,5
-
-
-
Kubis
7,0
22
1,6
0,8
55
0,8
-
-
-
Sumber: Mansy(2002)




Limbah Warung Makan/Restoran
Limbah warung makan merupakan sisa makanan yang tidak dikonsumsi yang berasal dari warung makan atau restoran. Lekitoo dkk. (2013) jumlah warung makan di Kota Manokwari adalah sebanyak 152 warung. Kandungan nutrisi limbah warung makan berdasarkan berat segar (BS) dan berat kering (BK) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Limbah Warung Makan
No
Dasar
Analisa
BK
PK
LK
SK
Abu
Ca
P
ME
(%)
(kkal/kg)
1
BS
35,85
5,43
2,64
0,31
1,42
0,30
0,12
1301
2
BK
91.32
13,72
6,63
0,81
3,17
0,73
0.29
3100
Sumber: Lekitoo dkk. (2013).


Limbah Gorengan Pisang Raja
Limbah pisang yang biasanya digunakan sebagai pakan ternak babi  adalah kulitnya.  Berdasar wawancara dengan peternak babi di Kota Manokwari limbah kulit pisang yang digunakan sebagai pakan ternak babi adalah dari pisang raja.  Menururt mereka kulit pisang raja rasanya manis sedangkan kulit pisang yang lain rasanya masam. Lekitoo dkk. (2013) jumlah penjual pisang raja di Kota Manokwari sebanyak 34 orang.  Kandungan nutrisi kulit pisang raja berdasarkan berat segar (BS) dan berat kering (BK) disajikan pada tabel 3:
Tabel 3. Kandungan Nutrisi Kulit Pisang Raja
No
Dasar
Analisa
BK
PK
K
SK
Abu
Ca
P
ME

(%)
(kkal/k)
1
BS
93,70
5,18
3,47
14,57
9,48
0,22
0,75
3348
2
BK
17,60
0,97
0,65
2,74
1,78
0,04
0,14
629

Sumber: Lekitoo dkk. (2013).


                           METODOLOGI PENELITIAN        
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Manokwari. Lokasi penelitian adalah tempat/lokasi penghasil limbah yang ada di Kota Manokwari (limbah peternakan, industri kecil, perikanan, sayuran, warung makan dan limbah gorengan pisang raja).Penilitian ini berlangsung selama satu (1) bulan yaitu tanggal 31 Mei sampai dengan tanggal  31 Juni 2014

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah; timbangan yang berkapasitas (50 kg), alat tulis-menulis, kantung plastik dan kamera. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis-jenis limbah (limbah peternakan, industri kecil, perikanan, sayuran, warung makan dan limbah gorengan pisang raja) yang ada di Kota Manokwari.

Metode dan Teknik Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survei/ observasi dan wawancara. Variabel yang diamati terdiri dari:

1.        Jenis-jenis limbah
Jenis-jenis limbah yang didentifikasi dalam penelitian ini adalah limbah-limbah yang ada di Kota Manokwari antara lain; limbah peternakan, limbah industri kecil, limbah perikanan, limbah sayuran, limbah warung makan dan limbah gorengan pisang raja.
a.        Limbah peternakan adalah limbah hasil pemotongan ternak di Rumah Potong Hewan (RPH) Manokwari.
b.        Limbah industri kecil meliputi limbah dari industri pembuatan tahu, tempe, tauge dan keripik keladi yang ada di Kota Manokwari.
c.        Limbah perikanan meliputi hasil sampingan dari produk ikan yang sudah tidak dimanfaatkan. Pengamatan dilakukan di pasar ikan Sanggeng dan Wosi Manokwari.
d.       Limbah sayuran sisa-sisa sayuran yang sudah tidak dimanfaatkan di pasar.  Survei dilakukan di pasar Sanggeng dan Wosi Manokwari.
e.        Limbah warung makan yang disurvei meliputi sisa-sisa makanan yang ada di warung makan.  Survei dilakukan pada warung makan yang ada di Kota Manokwari.
f.         Limbah gorengan pisang raja yang disurvei adalah kulit pisang raja yang dibuang oleh penjual gorengan pisang raja.

2.        Produksi limbah (kg/ hari)
Jenis-jenis limbah yang disurvei pada poin a ditimbang untuk mengetahui jumlah produksi limbah perharinya (kg/hari)




Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.  Data primer berasal dari hasil survei di lapangan, penimbangan, dan wawancara langsung dengan responden berdasarkan daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan terlebih dahulu.  Data sekunder merupakan data yang terkait data primer.  Data sekunder diperoleh dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Papua Barat dan instansi-instansi terkait lainnya.
Prosedur pengumpulan/ pengambilan data adalah sebagai berikut:
a.        Limbah peternakan, pengumpulan/ pengambilan data dilakukan dengan cara observasi langsung ke RPH Manokwari, penimbangan limbah dan wawancara dengan petugas setempat.
b.       Limbah industri kecil, pengumpulan/ pengambilan data dilakukan pada industri pembuatan tahu, tempe, tauge dan pembuatan keripik keladi yang ada di Kota Manokwari melalui observasi langsung ke tempat-tempat industri yang bersangkutan, penimbangan limbah yang ada, dan wawancara dengan pemilik industri.
c.        Limbah sayuran, pengumpulan/pengambilan data dilakukan dengan cara menimbang limbah sayuran yang ada per harinya selama 3 hari pada penjual sayur yang ada di pasar Sanggeng dan pasar Wosi, Manokwari. 
d.       Limbah perikanan, pengambilan data dilakukan pada 2 lokasi yaitu pasar ikan Sanggeng dan pasar ikan Wosi, Manokwari.  Pengambilan data dilakukan dengan mengadakan penimbangan pada limbah ikan yang ada dan wawancara langsung dengan pengumpul limbah ikan dan Kepala PPI (Pusat Pelelangan Ikan) Kabupaten Manokwari.
e.        Limbah warung makan dan limbah gorengan pisang raja, pengumpulan/ pengambilan data dilakukan pada warung makan dan penjual gorengan pisang raja yang ada di Kota Manokwari.  Jumlah warung makan dan penjual gorengan pisang raja yang dijadikan responden diambil 10% dari total warung makan dan penjual gorengan yang ada di Kota Manokwari berdasar penelitian Lekitoo dkk. (2013). Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan pemilik warung makan/ penjual gorengan pisang raja dan  selanjutnya dilakukan penimbangan limbah yang ada.

Analisis Data
Data hasil survei yang diperoleh ditabulasi berdasarkan jenis limbah. Data kemudian dianalisis dan dinarasikan untuk mengambil kesimpulan.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Jenis-Jenis Limbah
Hasil survei di lapangan ditemukan jenis-jenis limbah  yang terdiri dari:
 1.      Limbah Peternakan
Limbah peternakan yang terdapat di RPH Manokwari adalah darah. Limbah peternakan lainnya tidak ditemukan karena sapi setelah dipotong tidak diproses di RPH, melainkan proses selanjutnya adalah di tempat penjualan daging (pasar daging). Namun setelah ditelusuri di tempat penjualan daging ternyata tidak ditemukan limbah tulang karena tulang yang diperoleh dari pemotongan sapi dimanfaatkan oleh tukang bakso.
 2.      Limbah Industri Kecil
Limbah industri kecil di Kota Manokwari ada empat yaitu limbah indutri tahu berupa ampas tahu, limbah industri tempe berupa kulit kedelai, limbah industri tauge barupa kulit kecambah kacang hijau dan limbah industri keripik keladi yaitu kulit keladi.
 3.      Limbah Perikanan
Hasil survei yang dilakukan di lapangan  menunjukan bahwa limbah ikan di Kota Manokwari yang berasal dari pasar ikan berupa sirip, ekor, insang dan isi perut.

 4.      Limbah Sayuran
Limbah sayur di Kota Manokwari berupa sayur kol (daun) dan sayur kangkung (daun dan batang).

 5.      Limbah Warung Makan
Limbah warung makan di Kota Manokwari berupa sisa-sisa nasi, mie, lontong sisa-sisa sayur, sisa-sisa lauk dan sisa-sisa tulang.

 6.      Limbah Gorengan Pisang Raja
Limbah gorengan pisang raja di Kota Manokwari berupa kulit pisang.
Beberapa jenis limbah yang diidentifikasi sebagian besar sudah digunakan oleh peternak sebagai pakan ternak babi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Pattiselano dan Iyai (2005) yang melaporkan bahwa peternak babi di daerah pesisir Kota Manokwari telah menggunakan limbah rumah makan, sisa sayur, kulit pisang, sayur singkong, ampas tahu, limbah pasar ikan dan sisa dapur sebagai pakan ternak

Produksi Limbah
Limbah Peternakan
Hasil wawancara dengan responden (petugas pemotong hewan) di RPH Manokwari diperoleh informasi bahwa jumlah ternak (sapi) yang dipotong per hari adalah 8 ekor.  Adapun limbah dari pemotongan ternak sapi hanya berupa darah dengan rata-rata produksi darah per ekor sapi adalah 26.93 kg (Lampiran 1).  Produksi total limbah peternakan (darah) dari 8 ekor sapi yang dipotong adalah sebanyak 215,5 kg per hari. Hal ini sejalan dengan Divakaran (1982) dalam Siahaan (2002) menyatakan bahwa sapi Bali dengan bobot badan antara 300-400 kg menghasilkan produksi darah  segar 7,7% dari bobot badan atau sekitar 26,95 kg per ekor. Menurut informasi yang didapatkan dari petugas RPH (responden) saat diwawancari bahwa pada hari-hari raya seperti Idul Fitri dan Tahun Baru pemotongan ternak meningkat sesuai dengan permintaan di pasar.
Peningkatan jumlah pemotongan ternak menyebabkan peningkatan hasil ikutan. Siagian(1994) darah segar merupakan hasil ikutan  dari rumah potong hewan (RPH). Darah sebagai hasil ikutan dari proses pemotongan ternak dapat diolah menjadi tepung darah (King’ori et al 1998).Donko et al. (1999) dalam Siagian dkk. (2004) menyatakan bahwa tepung darah adalah sumber protein hewani karena mengandung protein yang tinggi yaitu lebih dari 80% dan memiliki kandungan asam amino esensial yang cukup komplit yaitu asam amino lisin, metionin dan triptopan yang cukup tinggi, oleh karena itu tepung darah dapat dimanfaatkan sebagai penyusun ransum. Tepung darah sebagai penyusun ransum telah dicoba beberapa peneliti dan terbukti dapat meningkatkan penampilan dan produksi ternak babi.Percobaan yang dilakukan M’ncene et al. (1998) dalam Siagian dkk. (2004) menunjukan pemberian 6% tepung  darah hasil fermentasi dalam ransum babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sebesar 800 gr per hari. Meski limbah darah berpotensi sebagai sumber protein  untuk digunakan sebagai bahan penyusun ransum ternak babi, namun di Kota Manokwari belum dimanfaatkan oleh peternak.


Limbah Industri Kecil
Berdasarkan hasil survei industri kecil yang ada di Kota Manokwari didapatkan industri tahu 8 (delapan) industri, industri tempe ada 8 (delapan) industri, industri keripik keladi ada 2 (dua) industri, dan industri pembuatan tauge ada 3 (tiga) industri.

1).      Limbah Industri Tahu
Hasil observasi lapang pada industri pembuatan tahu di Kota Manokwari didapatkan bahwa limbah dari industri tahu adalah ampas tahu. Produksi ampas tahu per industri per hari berkisar antara 150-400 kg atau rata-rata 251,25 kg (Lampiran 2).  Berdasar hasil penimbangan  didapatkan produksi ampas tahu di Kota Manokwari sebanyak 2010 kg. Limbah ampas tahu setiap harinya dibeli oleh peternak babi.Artinya limbah ini sudah dimanfaatkan oleh peternak sebagai pakan ternak babi.Amaha, at al. (1996) dalam  Iman dkk. (2005) yang menyatakan bahwa di Jepang penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak terutama sapi perah dan babi dapat mencapai 70%. Hal ini dikarenakan komposisi zat gizi ampas tahu yang tinggi. Hasil analisis laboratorium yang dilakukan oleh Lekitoo dkk. (2013) bahwa komposisi kimia ampas tahu terdiri atas PK 23,85%, Ca 0,32%, P 1,58 dan ME 2.709 Meskipun jumlah produksi ampas tahu cukup tersedia dan juga memiliki kandunagn nutrisi yang baik, namun di Kota Manokwari pemanfaatan ampas tahu sebagai pakan ternak babi  belum digunakan secara maksimal. Artinya belum semua limbah yang dihasilkan dimanfaatkan oleh peternak, dan belum semua peternak mengetahui tentang penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak babi.
2).      Limbah Industri Tempe
Limbah dari industri pembuatan tempe di Kota Manokwari adalah kulit kedelai. Produksi kulit kedelai per industri per hari berkisar antara 20-100 kg atau rata-rata 49 kg (Lampiran 3). Berdasarkan jumlah industri tempe yang ada di Kota Manokwari maka rata-rata total produksi kulit kedelai per hari di Kota Manokwari berjumlah 392 kg. Kandungan nutrisi kulit kedelai PK 12,76%, Ca 0,80%, P 0,59 dan ME 3.348 kkal/kg (Lekitoo dkk., 2013).  Kandungan nutrisi pada kulit kedelai tersebut mendukung Budiraet et al. (2005) dalam Sukadi dkk. (2013) yang menyatakan bahwa kulit kedelai merupakan bahan pakan alternatif yang mengandung potensi yang sangat besar baik sebagai sumber energi, sumber serat kasar, ataupun sumber makro nutrient lainnya. Penggunaan kulit kedelai dalam ransum ternak babi fase grower adalah 7,91% atau sama dengan 0,64 kg. untuk ternak babi pejantan dan induk kering penggunaanya adalah 19,67% atau sama dengan 1,82 kg, untuk betina bunting penggunaanya adalah 26,12% atau sama dengan 2,73 kg, sedangkan untuk babi betina laktasi penggunaan kulit kedelai dalam ransum hanya 2,23% atau sama dengan 0,29 kg (Lekitoo dkk., 2013).
Berdasarkan hasil survei pemanfaatan kulit kedelai sebagai pakan ternak babi di Kota Manokwari belum maksimal, hanya beberapa peternak yang menggunakan kulit kedelai sebagai pakan ternak babi.

3).      Limbah Industri Tauge
Hasil observasi lapang pada industri pembuatan tauge di Kota Manokwari di dapatkan limbah dari industri tauge berupa kulit kecamabah kacang hijau. Produksi kulit kacang hijau per industri per hari berkisar antara 3,5-9 kg atau rata-rata 6,50 kg (Lampiran 4). Berdasarkan jumlah industri tempe yang ada di Kota Manokwari maka rata-rata total produksi kulit kacang hijau per hari di Kota manokwari sebanyak 19,50 kg.
Kulit kecambah kacang hijau adalah limbah dari pembuatan tauge.Ketersediaannya cukup banyak karena tidak dimanfaatkan oleh manusia dan kandungan nutrient yang cukup tinggi atau di atas 10% (Yulianto, 2010) dan (Lekitoo, 2013). Kulit kacang hijau merupakan sumber protein, vitamin, dan mineral yang penting untuk pertumbuhan (Ernita, 2000). Kandungan nutrisi yang terdapat dalam kulit kecambah kacang hijau adalah bahan kering 88,54%, protein kasar 13,56%, serat kasar  33,07%, lemak kasar 0,22%, dan TDN 64,58% (Yulianto, 2010). Selama ini pemanfaatan limbah kacang hijau baru terbatas pada campuran pakan sapi di pulau jawa (Yulianto, 2010). Namun di Kota Manokwari penggunaan kulit kacang hijau belum dimanfaakan secara maksimal oleh peternak sebagai pakan ternak babi sehingga kebanyakan masih terbuang  sebagai limbah.

4).      Limbah Industri Keripik Keladi
Berdasarkan hasil observasi lapang pada industri pembuatan keripik keladi di Kota Manokwari didapatkan limbah berupa kulit keladi. Produksi kulit keladi per industri per hari berkisar antara 8-8,5 kg atau rata-rata 8,25 kg (Lampiran 5). Berdasarkan jumlah industri keripik keladi yang ada di Kota Manokwari maka rata-rata total produksi kulit keladi di Kota Manokwari per hari sebanyak 16,5 kg. Kandungan nutrisi pada kulit keladi meliputi protein kasar 4,26%, Ca 0,05, P 0,29%  dan ME 3.002 kkal/kg (Lekitoo dkk., 2013). Dari kandungan nutrisi kulit keladi tersebut, memungkinkan untuk dijadikan sebagai pakan ternak babi.Walau demikian di Kota Manokwari pemanfaatan kulit keladi sebagai pakan ternak belum maksimal sehingga banyak yang terbuang. Hal ini terlihat pada saat kami melakuakan observasi di lapangan ternyata kulit keladi diisi dalam karung dan ditempatkan bersama-sama dengan sampah untuk diangkut oleh petugas sampah dan dibuang.
Namun ditemukan bahwa ada peternak yang sudah memanfaatkan kulit keladi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini menunjukan bahwa limbah tersebut potensial untuk dijadikan pakan ternak babi.

Limbah Perikanan
Tempat penjualan ikan yang ada di Kota Manokwari ada 2 (dua) yaitu pasar ikan Sanggeng dan pasar ikan Wosi. Kedua pasar ini setiap harinya menghasilkan limbah ikan. Limbah ikan yang di hasilkan di kedua pasar ikan tersebut berupa sirip, ekor, insang dan isi perut.Menurut responden (pembersih pasar dan kepala Pusat Pelelangan Ikan) bahwa setiap hari pasar ikan Sanggeng menghasilkan limbah ikan 7 (tujuh) gerobak dengan berat 125 kg per gerobak dan pasar ikan Wosi menghasilkan limbah sebanyak 2 (dua) gerobak dengan berat 115 kg per gerobak. Rata-rata produksi limbah ikan per hari di pasar ikan Sanggeng adalah sebanyak 875 kg. sedangkan rata-rata produksi limbah ikan per hari di pasar ikan Wosi adalah sebanyak 230 kg. jadi produksi limbah ikan di Kota Manokwari per hari adalah sebesar 1105 kg (Lampiran 6).
Martsino (2008) menjelaskan bahwa dalam setiap industri perikanan, ikan selalu menghasilkan limbah yang sebenarnya masih dapat dimanfaatkan untuk membuat tepung ikan, karena kandungan protein masih cukup besar. Selain protein, ikan juga terdapat calsium.Tepung ikan dapat dimanfaatkan untuk campuran makanan ternak seperti unggas, babi dan makanan ikan.Tepung ikan mengandung protein, mineral dan vitamin B. protein limbah ikan terdiri dari asam amino yang tidak terdapat pada tumbuhan. Kandungan protein pada limbah ikan adalah 31,21% (Lekitoo dkk., 2013). Limbah ikan dengan produksi dan kandungan nutrisi yang berpotensi memungkinkan untuk pemeliharaan ternak babi, namun di Kota Manokwari pemanfaatan limbah ikan belum dimanfaatkan sepenuhnya sebagai pakan ternak babi. Banyak limbah ikan yang terbuang sehingga mencemari linkungan dan dapat menimbulkan penyakit terhadap kesehatan manusia. Siswati et al., (2010) bahwa limbah ikan jika tidak dikelola akan menimbulkan pencemaran karena proses pembusukan protein ikan. Selain itu bisa menjadi sumber penyakit menural terhadap manusia yang ditularkan lewat lalat (misalnya muntaber).

Limbah Sayur
Berdasarkan hasil survei dan observasi, tempat penjualan sayuran yang ada di Kota Manokwari yang merupakan tempat penghasil limbah sayur terbesar ada 2 (dua) yaitu pasar Wosi dan pasar Sanggeng.Limbah sayur yang terdapat di kedua pasar tersebut adalah limbah sayur kol dan limbah sayur kangkung. Berdasarkan hasil wawancara selama 3 hari dengan 12 (duabelas) responden di pasar Wosi dan 11 (sebelas) responden di pasar Sanggeng kemudian melakukan penimbangan terhadap limbah sayur  di kedua tempat tersebut, pasar Wosi menghasilkan rata-rata produksi limbah sayur per hari sebanyak 416,67 kg (lampiran7). Dan di pasar Sanggeng didapatkan rata-rata produksi limbah sayur sebanyak 161,67 kg. Dengan demikian produksi limbah sayur per hari di Kota Manokwari sebesar 578,33 kg. Limbah sayur yang didapatkan adalah limbah sayur kol (kubis) dan limbah sayur kangkung. Kandungan nutrisi limbah sayur adalah protein kasar 15,80%, Ca 2,11%, P 1,35% dan ME 3.906 kkal/kg (Lekitoo dkk., 2013). Melihat ketersediaan dan kandungan nutrisi pada limbah sayur yang berpotensi, dan mudah didapat  memiliki peluang untuk dimanfaatkan sebagai  pakan ternak babi. Sarwono (1995) yang menyatakan bahwa pakan harus palatabilitas, mudah didapat, kontinu, harga murah dan mengandung nutrisi yang cukup sesuai dengan kebutuhan ternak.
Persentase penggunaan limbah sayur dalam ransum ternak babi untuk fase starter adalah 30% atau sebanyak 1,22 kg per ekor, untuk fase grower  adalah 33,25% atau sebanyak 2,69 kg per ekor, untuk ternak babi pejantan dan induk kering adalah 28,75% atau sama dengan 2,66 kg per ekor, untuk betina bunting 32% atau sama dengan 3,35 kg per ekor, sedangkan persentase penggunaan limbah sayur dalam ransum untuk ternak babi betina laktasi adalah sebanyak 48,22% atau sama dengan 6,26 kg (Lekitoo dkk., 2013).
Hasil penelitian menunjukan bahwa banyak peternak di Kota Manokwari sudah memanfaatkan limbah ini sebagai pakan tenak babi, namun kenyataanya masih banyak limbah sayur yang terbuang di pasar. Artinya pemanfaatannya belum optimal oleh peternak.

Limbah Warung Makan                       
Hasil survei dan wawancara dengan responden di 15 warungmakan  yang disampling di Kota Manokwari didapatkan bahwa limbah yang dihasilkan oleh warung makan berupa sisa-sisa makanan dengan produksi per hari berkisar antara 6,5-23 kg atau rata-rata 14 kg (Lampiran 8). Berdasarkan Lekitoo dkk., (2013) jumlah warung makan di Kota Manokwari adalah sebanyak 152 warung makan. Dengan demikian total produksi limbah warung makan per hari di Kota Manokwari sekitar 2128 kg. Produksi limbah warung makan per hari yang meningkat berdasarkan hasil penelitian Yafur (2008) yaitu 838,86 kg menunjukan angka jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian ini. Hal ini dikarenakan oleh pertambahan penduduk yang tiap tahun meningkat sehingga berakibat pada jumlah warung makan yang meningkat pula. Para pemilik warung makan juga meningkatkan skala usaha warung makan menjadi lebih besar.
Yafur (2008)  limbah warung makan merupakan kumpulan sisa-sisa makanan yang sudah tidak layak dikonsumsi oleh manusia, yang terdiri dari, antara lain; sisa-sisa nasi atau mie atau lontong, sisa-sisa sayur, sisa-sisa lauk pauk (ikan, daging atau telur) dan sisa-sisa tulang. Berdasarkan komposisi dari limbah warung makan ini dapat diasumsikan bahwa limbah warung makan tersebut mengandung zat-zat gizi yang cukup sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan makanan bagi ternak babi. Sisa nasi, mie atau lontong , sebagai contoh merupakan sumber dari zat gizi karbohidrat, sisa-sisa ikan, daging atau telur sebagai penyumbang protein, sisa-sisa tulang sebagai sumber mineral (Ca), sedangkan sisa-sisa sayuran merupakan sumber vitamin. Limbah warung makan memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk pemeliharaan ternak babi. Berdasarkan berat segar limbah warung makan memiliki kandungan PK 13,72%, BK 35,85%, LK Ca 0,73, P 0,29 dan ME 3.174 kkal/kg (Lekitoo dkk., 2013). Namun demikian peternak di Kota Manokwari belum semuanya memanfaatkan limbah warung makan sebagai pakan alternatif untuk pemeliharaan ternak babi.

Limbah Gorengan Pisang Raja
Hasil survei dan wawancara dengan responden di tempat penjualan gorengan khususnya pisang raja di Kota Manokwari didapatkan bahwa limbah gorengan pisang raja berupa kulit pisang dengan produksi per hari berkisar antara 4,2-8 kg atau rata-rata 5,93 kg (Lampiran 9). Berdasarkan Lekitoo dkk., (2013) jumlah penjual gorengan di Kota Manokwari adalah sebanyak 34 orang. Sehingga rata-rata total produksi limbah gorengan (kulit pisang raja) per hari di Kota Manokwari didapatkan sebanyak  201,62 kg.  Produksi per hari limbah kulit pisang raja yang meningkat dari  hasil survei oleh Lekitoo dkk., (2013) yaitu 127,5 kg perhari menjadi 201,62 kg per hari ini dikarenakan oleh permintaan akan gorengan pisang raja yang berbeda pada saat penelitian dilakukan.
Kulit pisang raja adalah hasil ikutan pisang. Pisang biasanya disukai untuk dikonsumsi oleh manusia sebagai pangan tetapi juga diolah menjadi produk olahan lain seperti pisang goreng dan lain-lain. Hal ini berkaitan dengan Satria dan Ahda (2008) yang menyatakan bahwa tanaman pisang raja (Musaceaea sp) merupakan tanaman penghasil buah yang banyak terdapat di Indonesia. Buahnya banyak disukai untuk dikonsumsi langsung dalam bentuk buah atau diolah dalam bentuk konsumsi lain seperti sale pisang, selai pisang, keripik pisang dan lain-lain. Limbah yang dihasilkan oleh pisang adalah kulit pisang, limbah ini terdapat di daerah-daerah yang memproduksi  keripik pisang, sale pisang dan gorengan pisang (Yusuf dkk., 2012).Limbah ini biasanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak oleh penduduk sekitarnya (Macklin, 2009). Kulit pisang raja memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik yaitu PK 5,18%, Ca 0,22%, P 0,75 dan ME 2.907 kkal/kg  (Lekitoo dkk., 2013). Pisang raja memiliki kandungan nutrisi yang baik dan ketersediaannya berpotensi, namun sampai saat ini peternak yang menggunakan kulit pisang raja masih kurang. Dilaporkan bahwa sebagian besar kulit pisang raja dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ikan. (Satria dan Ahda, 2008).
Hasil survei di lapangan menunjukan bahwa dari beberapa peternak yang ada di Kota Manokwari hanya terdapat satu peternak yang menggunakan kulit pisang sebagai        pakan ternak babi.


KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1).      Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis limbah yang ada di Kota Manokwari yang berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak babi adalah: limbah darah, ampas tahu,kulit kedelai, kulit kecambah kacang hijau, kulit keladi, limbah perikanan, limbah sayuran, limbah warung makan dan kulit pisang raja.

2).      Produksi Limbah Per Hari
Darah (215,5 kg/hari), ampas tahu (2010 kg/hari), kulit kedelai (392 kg/hari), kulit kecambah kacang hijau (19,50 kg/hari), kulit keladi (16,5 kg/hari), limbah ikan  (1105 kg/hari), limbah sayur (578, 33 kg/hari), limbah warung makan (2128 kg/hari) dan kulit pisang raja (201,62 kg/hari).
Saran
 1.      Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara komplit dan menyeluruh tentang limbah-limbah yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan alternatif  untuk pakan ternak babi yang terdapat di Kabupaten Manokwari.
 2.      Perlu adanya perhatian dan tindak lanjut dari perguruan tinggi dan dinas terkait untuk mensosialisaskan manfaat dan penggunaan limbah sebagai pakan alternatif bagi ternak babi.



                                   DAFTAR PUSTAKA             
Aksi Agraris Kanisius. 1993. Beternak Ayam Pedaging. Yayasan Kanisius. Yogyakarta.
Anonimous. 2009. Dedak padi dan cara menilainya.
Anonimous. 2012a. Pakan ternak limbah.https://sites.google.com/site/nanosajalah/assignments/pakanternaklimbah. Diakses pada tanggal 5 Mei 2014
Anonimous. 2012b. Pengertian limbah pertanian
Anonimous. 2012c. Limbah peternakan.

Anonimous. 2013. Limbah industri tahu. http://green.kompasiana.com/polusi/2013/05/16/limbah-industri-tahu-560580.html.( Diakses pada tanggal 4 Mei 2014).
BPS Papua Barat. 2013. Papua Barat Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Manokwari.
Ernita Dewi. 2000. Kacang hijau (phaseolus radiatus l). http//www.asiamaya.com/jamu/isi/kacang-hijau-phaseolusradiatus.htm. (Diakse Pada Tanggal 19 Juni 2014)
Iman, H.,R. Hidayat and Mansyur. 2005. Effect of using molasses in mix silage processing of tofu waste and dry top cane on ph value and nutrients composition. Jurnal Ilmu Ternak Vol. 5, No. 2: 94-99.  
King’ori, A. M., J. K. Tuitoek, dan H. K. Muiruri.  1998. Comparison of fermented   mealas protein supplements for growing pigs. J. Trop. Anim health and prod. 196:30-191. Diakses pada hari kamis tanggal 19 Juni 2014.                       
Lekitoo, N.M., S. Hartini,S. Lumatauw,D.D. Rahardjo,S.Y. Randa, dan T.S. Widayati. 2013. Studi Potensi Pakan Lokal Untuk Pengembangan Peternakan Babi di Kabupaten Manokwari. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua. Manokwari.Kerja Sama FPPK Unipa dan Dinas Pertanian Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Papua Barat.
Macklin, B. 2009.Pemanfaatan limbah dari tanaman pisang. Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas Padjajaran. Bandung. http://onlinebuku.com.pemanfaatan-limbah-dari-tanaman-pisang./html. hal. 1-3.Diakses pada tanggal 20 Juni 2014, Pukul 16:35 Wit.
Mansy. 2002. Komposisi beberapa jenis limbah sayuran. Skripsi Sarjana. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Martsiano. 2008. Ransum ayam kampung. www.WordPress. Diakses pada tanggal: 21 Juni 2014. Pukul 15:30 Wit.
Mastika, I. M. 2011. Potensi Limbah Pertanian dan Industri Pertanian untuk Makanan Ternak. Udayana University Press. Bali.
Nainggolan S.J. 1994. Pengaruh pemberian ampas tahu sebagai pakan tambahan terhadap pertambahan bobot badan kambing peranakan etawah (PE). Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih. Manokwari.
Marani O. Y. 2004. Pemeliharaan babi oleh masyarakat suku arfak di kampung gaya baru kelurahan wosi distrik manokwari. Skripsi. Fakultas Peternakan Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua. Manokwari.
NRC. 1998. Nutrient Requirements Of Swine 10th Revised edition. National Academic Press. Washington, D.C
Pattiselano, F dan D. A. Iyai. 2005. Peternak babi di manokwari mempertahankan tradisi dan meningkatkan taraf hidup. Majalah Pertanian Berkelanjutan SALAM, 13:24-25.
Said I. N. dan D.H Wahjono. 2010. Teknologi pengolahan air limbah-tahu tempe dengan proses biofilter anaerob dan aerob (tidak diterbitkan)
Sarwono, B. 1994.Beternak Kelinci Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
Satria B. dan Y. Ahda. 2008. Pengolahan kulit pisang menjadi pektin dengan metode ekstraksi. Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.Hal. 5-7.
Siahaan D. Maraden. 2002. Pengaruh penambahan tepung darah dan lama penyimpanan terhadap perubahan kualitas kompos dengan bahan baku rumen sapi. Skripsi Sarjana. FakultasPeternakan, Institut Pertanian. Bogor.
Siagian, P.H. 1994. Pemanfaatan limbah rumah potong hewan (rph), upaya pengelolaan ekosistem pertanian dan usaha peternakan.Materi Pelatihan Inspektur/Pengawas Pengelolaan Lingkungan.Cipayung. Diakses pada hari Jumat, 20 Juni 2014 Pukul 15:00 Wit.
Siagian H.P., R. Priyanto dan R. Sembiring. 2004. Kualitas daging babi dengan pemberian zeolit dan tepung darah sebagai sumber protein dalam Ransum.  Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Media Peternakan Vol. 7 No. 1.
Siswati D. N., A. Zain and Mohammad. 2010. Animal feed making from fish waste with fermentation process. Departemen of Chemical Engineering FTI UPN “Veteran”.East Java.Jurnal Teknik Kimia Vol. 4, No. 2.
Sukadi I.K., I.G.N.G. Bidura dan D. A. Warmadewi. 2013. The effect of fermented pollard, soybean hull, and cocoa pod with “Yeast Culture” On carcass weight and meat cholesterol of  male bali duck. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar.
Susilorini T. E., E. S. Manik dan Muharline. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tillman, D. Allen, H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo, 1991. Ilmu Makanan TernakDasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Yafur. F. N. 2008. Tingkat pemanfaatan limbah warung makan nasi campur dan bakso sebagai pakan ternak babi di kota manokwari. Skripsi Sarjana. Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua.Manokwari.
Yulianto J. 2010. Pengaruh penggunaan kulit kecambah kacang hijau dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan  organik pada kelinci keturunan vlaams reus jantan. Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Yusuf M.,  Agusstano dan D. K. Meles. 2012. Kandungan protein kasar dan serat kasar pada kulit pisang raja yang difermentasi dengan


trichoderma viride dan bacillus subtilis sebagai bahan baku Pakan Ikan. Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga. Surabaya. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 4, No. 1




                                                                           

                                                                              
                                                              Majanto Ullo, S.Pt
Riwayat Penulis:
Penulis dilahirkan di Mokwam, 05 Maret 1992. Penulis menyelesaikan pendidikan SD YPPGI Mokwam pada tahun 2004, SKB Manokwari Pada Tahun 2007, SMA  Advent Manokwari jurusan IPA pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Universitas Negeri Papua  hingga selesai pada Tahun 2014. 
Alamat email: jantoullo@gmail.com         

2 komentar:

  1. Merkur's Merkur Futur Adjustable Double Edge Safety Razor
    The Merkur 메리트 카지노 Futur is adjustable, 바카라 and more specifically, a 2-piece design. This adjustable razor has 온카지노 a polished chrome finish. The razor has a snap closure and €54.99 · ‎In stock

    BalasHapus
  2. No Deposit Bonus Codes - Casino Sites
    › casinosites 마카오 바카라 라이브 벳seda bet casinosites Casino Sites No Deposit Bonus Codes ➤ Review updated 해외 토토 사이트 Dec 12, 2021 ✓ €50 No Deposit Bonus Code for Slots ✓ €50 No Deposit Bonus 포커 스트레이트 ✓ Free Spins.

    BalasHapus