PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring
dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya tingkat kesadaran
masyarakat akan arti pentingnya nilai gizi, maka meningkat pula permintaan akan
kebutuhan bahan pangan. Salah satu kebutuhan bahan pangan yang terus meningkat
permintaannya adalah protein hewani. Babi merupakan salah satu ternak
monogastrik yang memiliki potensi sebagai sumber
protein hewani dengan sifat-sifat yang dimiliki seperti prolifik (melahirkan
banyak anak setiap kelahiran) dan efisien dalam mengkonversi bahan pakan
menjadi daging. Di Provinsi Papua Barat babi dipelihara sebagai ternak potong
dan di antara Kabupaten Kota se-Provinsi Papua Barat, Kabupaten Manokwari
memiliki persentasi populasi ternak babi tertinggi yaitu 47,55% dari jumlah
keseluruhan populasi atau sebesar 38451 ekor (BPS Papua Barat, 2013).
Di Kabupaten
Manokwari khususnya bagi masyarakat pribumi (Arfak), ternak
babi memiliki manfaat sosial yang sangat menonjol. Manfaat sosial yang dimaksud adalah ternak
babi sebagai penentu status sosial, pembayaran mas kawin, pembayaran denda dan
digunakan dalam upacara ritual lainnya (Rahardjo dkk, 1990 yang disitasi oleh
Marani, 2004). Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Arfak, ternak babi
bersaing dengan manusia dalam hal penggunaan pakan karena ternak babi juga ikut mengonsumsi
pangan yang dikonsumsi oleh manusia seperti nasi, keladi, betatas, singkong dan
jagung.
Dalam pengembangan usaha peternakan babi, segi tiga peternakan
harus diperhatikan yaitu penyediaan bibit yang bermutu, manajemen serta pakan
yang berkualitas. Di antara ketiga faktor tersebut, penyediaan pakan
membutuhkan biaya terbesar yaitu 60-80% dari total biaya produksi suatu usaha
peternakan (AAK, 1993). Hal ini dapat
diatasi dengan memanfaatkan bahan pakan yang tidak bersaing dengan kebutuhan
manusia tanpa mengabaikan kualitas, kontinutas dan palatabilitas dari bahan
pakan tersebut.
Masalah
Kendala yang dihadapi peternak babi di Kota Manokwari adalah
ketersedian pakan yang masih bersaing dengan manusia. Selain itu ransum komersil untuk ternak babi masih
diimpor dari luar Manokwari sehingga harga ransum mahal. Mengingat di tanah
Papua manfaat sosial ternak babi sangat menonjol serta nilai ekonomis ternak
babi juga menjanjikan maka perlu dicari pakan alternatif dalam usaha pemeliharaan
ternak babi. Bahan pakan limbah merupakan alternatif pakan yang cukup potensial
karena selain harga murah juga tidak bersaing dengan manusia. Saat ini di Kota
Manokwari bahan pakan limbah yang ada belum teridentifikasi dan jumlah produksi
bahan pakan limbahnya juga belum diketahui. Berdasarkan hal tersebut di atas
maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bahan pakan limbah yang
tersedia di Kota Manokwari.
Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mengidentifikasi jenis-jenis
bahan pakan limbah di kota Manokwari.
2.
Mengetahui jumlah produksi
bahan pakan limbah di Kota Manokwari.
Manfaat dari penelitian inisebagai informasi bagi
peternak babi di Provinsi Papua Barat pada umumnya, dan di Kabupaten Manokwari
pada khususnya mengenai berbagai jenis bahan pakan limbah yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak babi yang memiliki ketersediaan kontinu dan
tidak bersaing dengan manusia.
TINJAUAN
PUSTAKA
Bahan Pakan
Tillman et al
(1991),
bahan pakan adalah bahan yang dapatdimakan, dicerna, dan digunakan oleh hewan. Bila
ditinjau dari seginutrisi, pakan
merupakan unsur yang sangat menentukan pertumbuhan reproduksi dankesehatan
hewan.
Sebagaimana
yang dijelaskan oleh Anonimous (2012a), bahan pakan dibedakan menjadi bahan pakan sumber energi,
sumber protein, sumber vitamin, dan mineral.
1.
Bahan pakan dalam golongan sumber energi adalah semua bahan pakan
ternak yang kandungan protein kasarnya kurang dari 20% dengan konsentrasi serat
kasar yang rendah. Berdasarkan jenisnya, bahan pakan sumber energi dibedakan
menjadi empat kelompok, yaitu:
(a).
Kelompok biji-bijian misalnya; jagung, dangandum,
(b).
Kelompok hasil sampingan serealia misalnya; dedak dan
bekatul.
(c).
Kelompok umbi-umbian (ketela rambat, ketela pohon dan hasil
sampingannya), dan
(d).
Kelompok hijauan yang terdiri dari beberapa macam rumput
(rumput gajah, rumput benggala dan rumput setaria).
2.
Bahan pakan sumber protein, meliputi semua bahan pakan
ternak yang mempunyai kandungan protein minimal 20% (berasal dari
hewan/tanaman). Golongan ini dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu;
(b). Kelompok hijauan sebagai sisa hasil
pertanian yang terdiri atas jenis daun-daunan sebagai hasil sampingan (daun
nangka, daun pisang, daun ketela rambat, ganggang dan bungkil kedelai).
(c). Kelompok hijauan yang sengaja
ditanam, misalnya lamtoro, turi kaliandra, gamal dan sentero.
(d). Kelompok bahan yang dihasilkan dari
hewan (tepung ikan, tepung tulang dan sebagainya).
3.
Bahan pakan sumber vitamin dan mineral yaitu bahan pakan
yang mengandung vitamin dan mineral misalnya, tepung batu kapur(limestone),
urea dan beberapa mineral lainnya.
Limbah
Pengertian
limbah secara harafiah adalah sisa proses produksi, termasuk air buangan
pabrik. Pengertian sisa disini harus diartikan sebagai bahan sampingan yang
tersisa setelah proses produksi utama selesai. Dalam bidang pertanian,
industri, perkebunan, peternakan, pengertian limbah didefinisikan sebagai bahan
sampingan (byproduct), bahan terbuang
dan tidak terpakai (waste-product),
dan bahan sisa(Mastika, 2011).Winarno (1985) yang dikutip Mastika (2011) memberikan
definisi khusus untuk limbah hasil pertanian sebagai bahan yang merupakan
buangan dari proses perlakuan atau pengolahan untuk memperoleh hasil utama dan
hasil sampingan. Dilain pihak, Devendra (1983) dalam Mastika (2011) mendefinisikan
limbah industri pertanian (agro-industrial
byproduct ) sebagai semua bahan pakan ternak yang biasa digunakan dalam
ransum dan mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi.
Ransum
Ransum merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan usaha
peningkatan produksi peternakan. Ransum didefinisikan sebagai campuran hasil pertanian
dan hasil-hasil perikanan, sisa dapur, serta hijauan muda sebagai sumbervitamin (Susilorini
dkk., 2008).
Ransum dibutuhkan antara lain untuk pertumbuhan, produksi,
reproduksi, dan hidup pokok. Ransum
merupakan sumber energi dan materi bagi pertumbuhan dan kehidupan ternak.
Ransum yang berkualitas adalah ransum
yang mempunyai kandungan nutrisi
(protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin) yang seimbang.
Deskripsi Berbagai Sumber Bahan Pakan
Limbah
Limbah
Pertanian
Limbah pertanian adalah bagian tanaman pertanian diatas tanah atau bagian
pucuk, batang yang tersisa setelah dipanen atau diambil hasil utamanya (Anonimous, 2012 b). Limbah
pertanian yang biasa digunakan sebaga bahan pakan ternak babi antara lain;
dedak padi, dedak gandum, kulit jagung dan jerami kacang kedelai.
Dedak merupakan hasil ikutan padi,
jumlahnya sekitar 10% dari jumlah padi yang digiling menjadi beras (Anonimous,
2009). Bahan ini bisa digunakan sebagai
sumber energi bagi pakan ternak babi, yang mana penggunaannya rata-rata
mencapai 10-20% dari total ransum. Energi yang terkandung dalam dedak padi bisa
mencapai 2980 kkal/ kg (NRC, 1998).
Kulit jagung adalah salah satu hasil
ikutan dari jagung dengan komposisi zat nutrisi
berdasarkan berat kering miliputi BK
93,95%, PK 1,59%, LK 0,13%, SK 31,77%, Abu 2,21, Ca 0,16, P 0,37, GE 4112,17 dan ME 3245 (Lekitto dkk., 2013).
Limbah Industri Kecil
Limbah industri kecil adalah
hasil sampingan dari industri kecil antara lain industri pembuatan tahu,
pembuatan tempe, pembuatan tauge dan pembuatan keripik keladi yang memiliki
nilai ekonomis. Yang tergolong sebagai limbah industri kecil antara lain; ampas
tahu dan kulit kedelai (Said dkk., 2010).
Pada dasarnya, proses produksi tahu menghasilkan dua macam limbah
yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat industri tahu adalah ampas
tahu dan kulit kacang kedelai sebagai
pakan ternak. Pujiarti dalam Nainggolan (1994) ampas
tahu memiliki kandungan nutrisi dengan protein 28,50%, serat kasar 23,42%,
lemak 6,20%, abu 5 % dan BETN 24%. Ampas tahu dan kulit ari biji sangat baik diberikan pada
babi menyusui atau penggemukan, dapat menggantikan kosentratkomersial hingga
75%. Namun untuk sapi penggemukan, pemberian ampas tahu dalam waktu yang lama
(>6 bulan) dan dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tekstur daging kurang
padat dan berlemak (Anonimous, 2013).
Limbah Peternakan
Limbah
peternakan adalah
sisa buangan dari hasil kegiatan usaha peternakan, rumah pemotongan hewan dan
pengolahan hasil produksi ternak (Ginting, 2007) yang disitasi oleh Anonimous, 2012c).
Limbah peternakan yang umum
digunakan sebagai bahan pakan ternak adalah yang bersifat padat dan cair.
Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase
padat (misal; kotoran ternak dan ternak yang mati atau isi perut dari pemotongan
ternak). Limbah cair adalah semua limbah
yang berbentuk cairan atau berada dalam fase cair (misal; urin dan darah).
Limbah Perikanan
Limbah perikanan, yaitu beberapa
jenis ikan yang merupakan hasil sampingan pada penangkapan udang dan limbah
pada pembekuan dan pengolahan/pengalengan seperti bagian kepala, sirip, ekor,
dan isi perut (Tambunan et al., 1985 dalamMastika,
2011).
Limbah Sayur
Ada
beberapa jenis limbah sayuran pasar yang dapat digunakan sebagai pakan ternak
diantaranya adalah limbah dari sayur bayam, kangkung, dan kubis. Komposisi
nutrisi beberapa limbah sayuran dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1: Komposisi
Nutrisi Limbah Sayuran
Limbah
Sayuran
|
BK
|
Energi
(kkal)
|
PK
(g)
|
SK
(g)
|
Kapur
(mg)
|
Fe
(mg)
|
KH
(g)
|
Air
(g)
|
LK
|
Bayam
|
15,2
|
43
|
5,2
|
1,0
|
340
|
4,1
|
6,5
|
86,6
|
-
|
Kangkung
|
10,0
|
30
|
2,7
|
1,1
|
60
|
2,5
|
-
|
-
|
-
|
Kubis
|
7,0
|
22
|
1,6
|
0,8
|
55
|
0,8
|
-
|
-
|
-
|
Sumber:
Mansy(2002)
Limbah Warung Makan/Restoran
Limbah
warung makan merupakan sisa makanan yang tidak dikonsumsi yang berasal dari
warung makan atau restoran. Lekitoo dkk. (2013) jumlah warung makan di Kota
Manokwari adalah sebanyak 152 warung. Kandungan nutrisi limbah warung makan
berdasarkan berat segar (BS) dan berat kering (BK) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel
2. Kandungan Nutrisi Limbah Warung Makan
No
|
Dasar
Analisa
|
BK
|
PK
|
LK
|
SK
|
Abu
|
Ca
|
P
|
ME
|
(%)
|
(kkal/kg)
|
||||||||
1
|
BS
|
35,85
|
5,43
|
2,64
|
0,31
|
1,42
|
0,30
|
0,12
|
1301
|
2
|
BK
|
91.32
|
13,72
|
6,63
|
0,81
|
3,17
|
0,73
|
0.29
|
3100
|
Sumber: Lekitoo
dkk. (2013).
Limbah Gorengan Pisang Raja
Limbah pisang yang biasanya digunakan sebagai pakan ternak babi adalah kulitnya. Berdasar wawancara dengan peternak babi di
Kota Manokwari limbah kulit pisang yang digunakan sebagai pakan ternak babi
adalah dari pisang raja. Menururt mereka
kulit pisang raja rasanya manis sedangkan kulit pisang yang lain rasanya masam.
Lekitoo dkk. (2013) jumlah penjual pisang raja di Kota Manokwari sebanyak 34
orang. Kandungan nutrisi kulit pisang
raja berdasarkan berat segar (BS) dan berat kering (BK) disajikan pada tabel 3:
Tabel
3. Kandungan Nutrisi Kulit Pisang Raja
No
|
Dasar
Analisa
|
BK
|
PK
|
K
|
SK
|
Abu
|
Ca
|
P
|
ME
|
|
(%)
|
(kkal/k)
|
|||||||||
1
|
BS
|
93,70
|
5,18
|
3,47
|
14,57
|
9,48
|
0,22
|
0,75
|
3348
|
|
2
|
BK
|
17,60
|
0,97
|
0,65
|
2,74
|
1,78
|
0,04
|
0,14
|
629
|
Sumber: Lekitoo
dkk. (2013).
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Manokwari. Lokasi penelitian
adalah tempat/lokasi penghasil limbah yang ada di
Kota Manokwari (limbah peternakan, industri kecil, perikanan, sayuran, warung
makan dan limbah gorengan pisang raja).Penilitian ini berlangsung selama satu (1) bulan yaitu tanggal 31 Mei sampai dengan tanggal 31 Juni 2014
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah; timbangan yang
berkapasitas (50 kg), alat tulis-menulis, kantung plastik dan kamera. Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis-jenis
limbah (limbah peternakan, industri kecil, perikanan, sayuran, warung makan dan
limbah gorengan pisang raja) yang ada di Kota Manokwari.
Metode dan Teknik Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif dengan teknik survei/ observasi dan wawancara. Variabel yang
diamati terdiri dari:
1.
Jenis-jenis
limbah
Jenis-jenis
limbah yang didentifikasi dalam penelitian ini adalah limbah-limbah yang ada di Kota
Manokwari antara lain; limbah peternakan, limbah industri kecil, limbah
perikanan, limbah sayuran, limbah warung makan dan limbah gorengan pisang raja.
a.
Limbah
peternakan adalah limbah hasil pemotongan ternak di Rumah Potong Hewan (RPH)
Manokwari.
b.
Limbah
industri kecil meliputi limbah dari industri pembuatan tahu, tempe,
tauge dan keripik keladi yang ada di Kota Manokwari.
c.
Limbah
perikanan meliputi hasil sampingan dari produk ikan yang sudah tidak
dimanfaatkan. Pengamatan dilakukan di pasar ikan Sanggeng dan Wosi Manokwari.
d.
Limbah
sayuran sisa-sisa sayuran yang sudah tidak dimanfaatkan di pasar. Survei dilakukan di pasar Sanggeng
dan Wosi Manokwari.
e.
Limbah
warung makan yang disurvei meliputi sisa-sisa makanan yang ada di warung
makan. Survei dilakukan
pada warung makan yang ada di Kota Manokwari.
f.
Limbah
gorengan pisang raja yang disurvei adalah kulit pisang raja yang dibuang oleh
penjual gorengan pisang raja.
2.
Produksi
limbah (kg/ hari)
Jenis-jenis limbah yang
disurvei pada poin a ditimbang untuk mengetahui jumlah produksi limbah perharinya
(kg/hari)
Pengumpulan Data
Data
yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari hasil survei di
lapangan, penimbangan, dan wawancara langsung dengan responden berdasarkan
daftar pertanyaan (kuisioner) yang telah disiapkan terlebih dahulu. Data sekunder merupakan data yang terkait
data primer. Data sekunder diperoleh
dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Papua Barat dan
instansi-instansi terkait lainnya.
Prosedur pengumpulan/ pengambilan data adalah
sebagai berikut:
a. Limbah
peternakan, pengumpulan/
pengambilan
data dilakukan dengan cara observasi langsung ke RPH Manokwari, penimbangan
limbah dan wawancara dengan petugas setempat.
b. Limbah
industri kecil, pengumpulan/
pengambilan
data dilakukan pada industri pembuatan tahu, tempe, tauge dan pembuatan keripik
keladi yang ada di Kota Manokwari melalui observasi langsung ke tempat-tempat
industri yang bersangkutan, penimbangan limbah yang ada, dan wawancara dengan
pemilik industri.
c. Limbah
sayuran, pengumpulan/pengambilan data dilakukan dengan cara menimbang limbah
sayuran yang ada per harinya selama 3 hari pada penjual sayur yang ada di pasar
Sanggeng dan pasar Wosi, Manokwari.
d. Limbah
perikanan, pengambilan data dilakukan pada 2 lokasi yaitu pasar ikan Sanggeng
dan pasar ikan Wosi, Manokwari.
Pengambilan data dilakukan dengan mengadakan penimbangan pada limbah
ikan yang ada dan wawancara langsung dengan pengumpul limbah ikan dan Kepala
PPI (Pusat Pelelangan Ikan) Kabupaten Manokwari.
e. Limbah
warung makan dan limbah gorengan pisang raja, pengumpulan/ pengambilan data
dilakukan pada warung makan dan penjual gorengan pisang raja yang ada di Kota
Manokwari. Jumlah warung makan dan
penjual gorengan pisang raja yang dijadikan responden diambil 10% dari total
warung makan dan penjual gorengan yang ada di Kota Manokwari berdasar
penelitian Lekitoo dkk. (2013). Pengumpulan data dilakukan dengan cara
wawancara langsung dengan pemilik warung makan/ penjual gorengan pisang
raja dan selanjutnya dilakukan penimbangan
limbah yang ada.
Analisis
Data
Data hasil survei yang diperoleh ditabulasi berdasarkan jenis
limbah. Data kemudian dianalisis dan dinarasikan untuk mengambil kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Jenis-Jenis Limbah
Hasil
survei di lapangan ditemukan jenis-jenis limbah
yang terdiri dari:
1. Limbah Peternakan
Limbah peternakan yang terdapat di RPH Manokwari
adalah darah. Limbah peternakan lainnya tidak ditemukan karena sapi setelah
dipotong tidak diproses di RPH, melainkan proses selanjutnya adalah di tempat
penjualan daging (pasar daging). Namun setelah ditelusuri di tempat penjualan
daging ternyata tidak ditemukan limbah tulang karena tulang yang diperoleh dari
pemotongan sapi dimanfaatkan oleh tukang bakso.
2. Limbah Industri Kecil
Limbah industri kecil di Kota Manokwari ada empat
yaitu limbah indutri tahu berupa ampas tahu, limbah industri tempe berupa kulit
kedelai, limbah industri tauge barupa kulit kecambah kacang hijau dan limbah
industri keripik keladi yaitu kulit keladi.
3. Limbah Perikanan
Hasil survei yang dilakukan di lapangan menunjukan bahwa limbah ikan di Kota
Manokwari yang berasal dari pasar ikan berupa sirip, ekor, insang dan isi
perut.
4. Limbah Sayuran
Limbah sayur di Kota Manokwari berupa sayur kol (daun)
dan sayur kangkung (daun dan batang).
5. Limbah Warung Makan
Limbah warung makan di Kota Manokwari berupa sisa-sisa
nasi, mie, lontong sisa-sisa sayur, sisa-sisa lauk dan sisa-sisa tulang.
6. Limbah Gorengan Pisang Raja
Limbah gorengan pisang raja di Kota Manokwari berupa
kulit pisang.
Beberapa
jenis limbah yang diidentifikasi sebagian besar sudah digunakan oleh peternak
sebagai pakan ternak babi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Pattiselano dan Iyai (2005) yang melaporkan bahwa peternak babi
di daerah pesisir Kota Manokwari telah menggunakan limbah rumah makan, sisa
sayur, kulit pisang, sayur singkong, ampas tahu, limbah pasar ikan dan sisa
dapur sebagai pakan ternak
Produksi
Limbah
Limbah
Peternakan
Hasil wawancara
dengan responden (petugas pemotong hewan) di RPH Manokwari diperoleh informasi
bahwa jumlah ternak (sapi) yang dipotong per hari adalah 8 ekor. Adapun limbah dari pemotongan ternak sapi
hanya berupa darah dengan rata-rata
produksi darah per ekor sapi adalah 26.93 kg
(Lampiran
1). Produksi total limbah peternakan
(darah) dari 8 ekor sapi yang dipotong adalah sebanyak 215,5 kg per hari. Hal ini sejalan dengan Divakaran (1982) dalam
Siahaan (2002) menyatakan bahwa sapi Bali dengan bobot badan antara 300-400 kg
menghasilkan produksi darah segar 7,7%
dari bobot badan atau sekitar 26,95 kg per ekor. Menurut informasi yang
didapatkan dari petugas RPH (responden) saat diwawancari bahwa pada hari-hari
raya seperti Idul Fitri dan Tahun Baru pemotongan ternak meningkat sesuai
dengan permintaan di pasar.
Peningkatan
jumlah pemotongan ternak menyebabkan peningkatan hasil ikutan. Siagian(1994)
darah segar merupakan hasil ikutan dari
rumah potong hewan (RPH). Darah sebagai hasil ikutan dari proses pemotongan
ternak dapat diolah menjadi tepung darah (King’ori et al 1998).Donko et al.
(1999) dalam Siagian dkk. (2004) menyatakan bahwa tepung darah adalah sumber
protein hewani karena mengandung protein yang tinggi yaitu lebih dari 80% dan
memiliki kandungan asam amino esensial yang cukup komplit yaitu asam amino
lisin, metionin dan triptopan yang cukup tinggi, oleh karena itu tepung darah
dapat dimanfaatkan sebagai penyusun ransum. Tepung darah sebagai penyusun
ransum telah dicoba beberapa peneliti dan terbukti dapat meningkatkan
penampilan dan produksi ternak babi.Percobaan yang dilakukan M’ncene et al. (1998) dalam Siagian dkk. (2004)
menunjukan pemberian 6% tepung darah
hasil fermentasi dalam ransum babi dapat meningkatkan pertambahan bobot badan
sebesar 800 gr per hari. Meski limbah darah berpotensi sebagai sumber
protein untuk digunakan sebagai bahan
penyusun ransum ternak babi, namun di Kota Manokwari belum dimanfaatkan oleh
peternak.
Limbah
Industri Kecil
Berdasarkan
hasil survei industri kecil yang ada di Kota Manokwari didapatkan industri tahu 8 (delapan)
industri, industri tempe ada 8 (delapan) industri, industri keripik keladi ada
2 (dua) industri, dan industri pembuatan tauge ada 3 (tiga) industri.
1). Limbah
Industri Tahu
Hasil observasi lapang pada industri
pembuatan tahu di Kota Manokwari
didapatkan
bahwa limbah dari industri tahu adalah
ampas
tahu. Produksi
ampas tahu per industri per hari berkisar antara 150-400 kg atau rata-rata
251,25 kg (Lampiran 2). Berdasar hasil penimbangan didapatkan
produksi ampas tahu di Kota Manokwari sebanyak 2010
kg. Limbah ampas tahu setiap harinya dibeli oleh peternak
babi.Artinya limbah ini sudah dimanfaatkan oleh peternak sebagai pakan ternak
babi.Amaha, at al. (1996) dalam Iman dkk. (2005) yang menyatakan bahwa di
Jepang penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak terutama sapi perah dan babi
dapat mencapai 70%. Hal ini dikarenakan komposisi zat gizi ampas tahu yang
tinggi. Hasil analisis laboratorium yang dilakukan oleh Lekitoo dkk. (2013)
bahwa komposisi kimia ampas tahu terdiri atas PK 23,85%, Ca 0,32%, P 1,58 dan
ME 2.709 Meskipun jumlah produksi ampas tahu cukup tersedia dan juga memiliki
kandunagn nutrisi yang baik, namun di Kota Manokwari pemanfaatan ampas tahu
sebagai pakan ternak babi belum
digunakan secara maksimal. Artinya belum semua limbah yang dihasilkan
dimanfaatkan oleh peternak, dan belum semua peternak mengetahui tentang
penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak babi.
2). Limbah
Industri Tempe
Limbah dari industri
pembuatan tempe di Kota Manokwari adalah kulit
kedelai. Produksi
kulit kedelai per industri per hari berkisar antara 20-100 kg atau rata-rata
49 kg (Lampiran 3). Berdasarkan jumlah industri tempe yang ada di Kota
Manokwari maka rata-rata total produksi kulit kedelai per hari di Kota
Manokwari berjumlah
392 kg. Kandungan nutrisi kulit kedelai PK 12,76%, Ca 0,80%,
P 0,59 dan ME 3.348 kkal/kg (Lekitoo dkk., 2013). Kandungan nutrisi pada kulit kedelai tersebut
mendukung Budiraet et al. (2005)
dalam Sukadi dkk. (2013) yang menyatakan bahwa kulit kedelai merupakan bahan
pakan alternatif yang mengandung potensi yang sangat besar baik sebagai sumber
energi, sumber serat kasar, ataupun sumber makro nutrient lainnya. Penggunaan
kulit kedelai dalam ransum ternak babi fase grower adalah 7,91% atau sama
dengan 0,64 kg. untuk ternak babi pejantan dan induk kering penggunaanya adalah
19,67% atau sama dengan 1,82 kg, untuk betina bunting penggunaanya adalah
26,12% atau sama dengan 2,73 kg, sedangkan untuk babi betina laktasi penggunaan
kulit kedelai dalam ransum hanya 2,23% atau sama dengan 0,29 kg (Lekitoo dkk.,
2013).
Berdasarkan hasil survei
pemanfaatan kulit kedelai sebagai pakan ternak babi di Kota Manokwari belum
maksimal, hanya beberapa peternak yang menggunakan kulit kedelai sebagai pakan
ternak babi.
3). Limbah
Industri Tauge
Hasil observasi lapang pada industri
pembuatan tauge di Kota Manokwari di dapatkan limbah dari industri tauge berupa
kulit kecamabah kacang hijau. Produksi
kulit kacang hijau per industri per hari berkisar antara 3,5-9 kg atau
rata-rata 6,50 kg (Lampiran 4). Berdasarkan jumlah industri tempe yang ada di
Kota Manokwari maka rata-rata total produksi kulit kacang hijau per hari di
Kota manokwari sebanyak 19,50 kg.
Kulit kecambah kacang hijau
adalah limbah dari pembuatan tauge.Ketersediaannya cukup banyak karena tidak
dimanfaatkan oleh manusia dan kandungan nutrient yang cukup tinggi atau di atas
10% (Yulianto, 2010) dan (Lekitoo, 2013). Kulit kacang hijau merupakan sumber
protein, vitamin, dan mineral yang penting untuk pertumbuhan (Ernita, 2000).
Kandungan nutrisi yang terdapat dalam kulit kecambah kacang hijau adalah bahan
kering 88,54%, protein kasar 13,56%, serat kasar 33,07%, lemak kasar 0,22%, dan TDN 64,58%
(Yulianto, 2010). Selama ini pemanfaatan limbah kacang hijau baru terbatas pada
campuran pakan sapi di pulau jawa (Yulianto, 2010). Namun di Kota Manokwari
penggunaan kulit kacang hijau belum dimanfaakan secara maksimal oleh peternak
sebagai pakan ternak babi sehingga kebanyakan masih terbuang sebagai limbah.
4). Limbah
Industri Keripik Keladi
Berdasarkan hasil observasi lapang pada
industri pembuatan keripik keladi di Kota Manokwari didapatkan limbah berupa
kulit keladi. Produksi kulit keladi per industri per hari berkisar antara 8-8,5 kg atau rata-rata 8,25 kg (Lampiran 5).
Berdasarkan jumlah industri keripik keladi yang ada di Kota Manokwari maka
rata-rata total produksi kulit keladi di Kota Manokwari per hari sebanyak 16,5
kg. Kandungan nutrisi pada kulit keladi meliputi protein
kasar 4,26%, Ca 0,05, P 0,29% dan ME
3.002 kkal/kg (Lekitoo dkk., 2013). Dari kandungan nutrisi kulit keladi
tersebut, memungkinkan untuk dijadikan sebagai pakan ternak babi.Walau demikian
di Kota Manokwari pemanfaatan kulit keladi sebagai pakan ternak belum maksimal
sehingga banyak yang terbuang. Hal ini terlihat pada saat kami melakuakan
observasi di lapangan ternyata kulit keladi diisi dalam karung dan ditempatkan bersama-sama
dengan sampah untuk diangkut oleh petugas sampah dan dibuang.
Namun ditemukan bahwa ada
peternak yang sudah memanfaatkan kulit keladi dalam waktu yang cukup lama. Hal
ini menunjukan bahwa limbah tersebut potensial untuk dijadikan pakan ternak
babi.
Limbah Perikanan
Tempat penjualan ikan yang ada di Kota
Manokwari ada 2 (dua) yaitu pasar ikan Sanggeng dan pasar ikan Wosi. Kedua pasar
ini setiap harinya menghasilkan limbah ikan.
Limbah ikan yang di hasilkan di kedua pasar ikan tersebut berupa sirip, ekor,
insang dan isi perut.Menurut responden (pembersih pasar dan kepala Pusat
Pelelangan Ikan) bahwa setiap hari pasar ikan Sanggeng menghasilkan limbah ikan
7 (tujuh) gerobak dengan berat 125 kg
per gerobak dan pasar ikan Wosi menghasilkan limbah
sebanyak 2 (dua) gerobak dengan
berat 115 kg per gerobak. Rata-rata produksi limbah ikan
per hari di pasar ikan Sanggeng adalah
sebanyak 875 kg. sedangkan rata-rata produksi limbah ikan per hari di pasar
ikan Wosi adalah sebanyak 230 kg. jadi produksi limbah ikan di Kota Manokwari
per hari adalah sebesar 1105 kg (Lampiran 6).
Martsino (2008) menjelaskan
bahwa dalam setiap industri perikanan, ikan selalu menghasilkan limbah yang
sebenarnya masih dapat dimanfaatkan untuk membuat tepung ikan, karena kandungan
protein masih cukup besar. Selain protein, ikan juga terdapat calsium.Tepung
ikan dapat dimanfaatkan untuk campuran makanan ternak seperti unggas, babi dan
makanan ikan.Tepung ikan mengandung protein, mineral dan vitamin B. protein
limbah ikan terdiri dari asam amino yang tidak terdapat pada tumbuhan.
Kandungan protein pada limbah ikan adalah 31,21% (Lekitoo dkk., 2013). Limbah
ikan dengan produksi dan kandungan nutrisi yang berpotensi memungkinkan untuk
pemeliharaan ternak babi, namun di Kota Manokwari pemanfaatan limbah ikan belum
dimanfaatkan sepenuhnya sebagai pakan ternak babi. Banyak limbah ikan yang
terbuang sehingga mencemari linkungan dan dapat menimbulkan penyakit terhadap
kesehatan manusia. Siswati et al.,
(2010) bahwa limbah ikan jika tidak dikelola akan menimbulkan pencemaran karena
proses pembusukan protein ikan. Selain itu bisa menjadi sumber penyakit menural
terhadap manusia yang ditularkan lewat lalat (misalnya muntaber).
Limbah
Sayur
Berdasarkan hasil survei dan
observasi, tempat penjualan sayuran yang ada di Kota Manokwari yang merupakan
tempat penghasil limbah sayur terbesar ada 2 (dua) yaitu pasar Wosi dan pasar
Sanggeng.Limbah sayur yang terdapat di kedua pasar tersebut adalah limbah sayur
kol dan limbah sayur kangkung. Berdasarkan hasil wawancara selama 3 hari dengan
12 (duabelas) responden di pasar Wosi dan 11 (sebelas) responden di pasar
Sanggeng kemudian melakukan penimbangan terhadap limbah sayur di kedua tempat tersebut, pasar Wosi
menghasilkan rata-rata produksi limbah sayur per hari sebanyak 416,67 kg
(lampiran7). Dan di pasar Sanggeng didapatkan rata-rata produksi limbah sayur
sebanyak 161,67 kg. Dengan demikian produksi limbah sayur per hari di Kota
Manokwari sebesar 578,33 kg. Limbah sayur yang didapatkan adalah limbah sayur
kol (kubis) dan limbah sayur kangkung. Kandungan nutrisi limbah sayur adalah
protein kasar 15,80%, Ca 2,11%, P 1,35% dan ME 3.906 kkal/kg (Lekitoo dkk.,
2013). Melihat ketersediaan dan kandungan nutrisi pada limbah sayur yang
berpotensi, dan mudah didapat memiliki
peluang untuk dimanfaatkan sebagai pakan
ternak babi. Sarwono (1995) yang menyatakan bahwa pakan harus palatabilitas,
mudah didapat, kontinu, harga murah dan mengandung nutrisi yang cukup sesuai
dengan kebutuhan ternak.
Persentase penggunaan limbah
sayur dalam ransum ternak babi untuk fase starter adalah 30% atau sebanyak 1,22
kg per ekor, untuk fase grower adalah
33,25% atau sebanyak 2,69 kg per ekor, untuk ternak babi pejantan dan induk kering
adalah 28,75% atau sama dengan 2,66 kg per ekor, untuk betina bunting 32% atau
sama dengan 3,35 kg per ekor, sedangkan persentase penggunaan limbah sayur
dalam ransum untuk ternak babi betina laktasi adalah sebanyak 48,22% atau sama
dengan 6,26 kg (Lekitoo dkk., 2013).
Hasil penelitian menunjukan
bahwa banyak peternak di Kota Manokwari sudah memanfaatkan limbah ini sebagai
pakan tenak babi, namun kenyataanya masih banyak limbah sayur yang terbuang di
pasar. Artinya pemanfaatannya belum optimal oleh peternak.
Limbah
Warung Makan
Hasil survei dan wawancara dengan responden di 15
warungmakan yang disampling di Kota
Manokwari didapatkan bahwa limbah yang dihasilkan oleh warung makan berupa
sisa-sisa makanan dengan produksi per hari berkisar antara 6,5-23 kg atau
rata-rata 14 kg (Lampiran 8). Berdasarkan Lekitoo dkk., (2013) jumlah warung
makan di Kota Manokwari adalah sebanyak 152 warung makan. Dengan demikian total
produksi limbah warung makan per hari di Kota Manokwari sekitar 2128 kg.
Produksi limbah warung makan per hari yang meningkat berdasarkan hasil
penelitian Yafur (2008) yaitu 838,86 kg menunjukan angka jumlah lebih sedikit
dibandingkan dengan penelitian ini. Hal ini dikarenakan oleh pertambahan
penduduk yang tiap tahun meningkat sehingga berakibat pada jumlah warung makan
yang meningkat pula. Para pemilik warung makan juga meningkatkan skala usaha
warung makan menjadi lebih besar.
Yafur (2008) limbah warung makan merupakan kumpulan
sisa-sisa makanan yang sudah tidak layak dikonsumsi oleh manusia, yang terdiri
dari, antara lain; sisa-sisa nasi atau mie atau lontong, sisa-sisa sayur,
sisa-sisa lauk pauk (ikan, daging atau telur) dan sisa-sisa tulang. Berdasarkan
komposisi dari limbah warung makan ini dapat diasumsikan bahwa limbah warung makan
tersebut mengandung zat-zat gizi yang cukup sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
sumber bahan makanan bagi ternak babi. Sisa nasi, mie atau lontong , sebagai
contoh merupakan sumber dari zat gizi karbohidrat, sisa-sisa ikan, daging atau
telur sebagai penyumbang protein, sisa-sisa tulang sebagai sumber mineral (Ca),
sedangkan sisa-sisa sayuran merupakan sumber vitamin. Limbah warung makan
memiliki kandungan nutrisi yang baik untuk pemeliharaan ternak babi.
Berdasarkan berat segar limbah warung makan memiliki kandungan PK 13,72%, BK
35,85%, LK Ca 0,73, P 0,29 dan ME 3.174 kkal/kg (Lekitoo dkk., 2013). Namun
demikian peternak di Kota Manokwari belum semuanya memanfaatkan limbah warung
makan sebagai pakan alternatif untuk pemeliharaan ternak babi.
Limbah Gorengan
Pisang Raja
Hasil survei dan wawancara
dengan responden di tempat penjualan gorengan khususnya pisang raja di Kota
Manokwari didapatkan bahwa limbah gorengan pisang raja berupa kulit pisang
dengan produksi per hari berkisar antara 4,2-8 kg atau rata-rata 5,93 kg
(Lampiran 9). Berdasarkan Lekitoo dkk., (2013) jumlah penjual gorengan di Kota
Manokwari adalah sebanyak 34 orang. Sehingga rata-rata total produksi limbah
gorengan (kulit pisang raja) per hari di Kota Manokwari didapatkan
sebanyak 201,62 kg. Produksi per hari limbah kulit pisang raja
yang meningkat dari hasil survei oleh
Lekitoo dkk., (2013) yaitu 127,5 kg perhari menjadi 201,62 kg per hari ini
dikarenakan oleh permintaan akan gorengan pisang raja yang berbeda pada saat
penelitian dilakukan.
Kulit
pisang raja adalah hasil ikutan pisang. Pisang biasanya disukai untuk
dikonsumsi oleh manusia sebagai pangan tetapi juga diolah menjadi produk olahan
lain seperti pisang goreng dan lain-lain. Hal ini berkaitan dengan Satria dan
Ahda (2008) yang menyatakan bahwa tanaman pisang raja (Musaceaea sp) merupakan tanaman penghasil buah yang banyak terdapat
di Indonesia. Buahnya banyak disukai untuk dikonsumsi langsung dalam bentuk
buah atau diolah dalam bentuk konsumsi lain seperti sale pisang, selai pisang, keripik
pisang dan lain-lain. Limbah yang dihasilkan oleh pisang adalah kulit pisang,
limbah ini terdapat di daerah-daerah yang memproduksi keripik pisang, sale pisang dan gorengan
pisang (Yusuf dkk., 2012).Limbah ini biasanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak
oleh penduduk sekitarnya (Macklin, 2009). Kulit pisang raja memiliki kandungan
nutrisi yang cukup baik yaitu PK 5,18%, Ca 0,22%, P 0,75 dan ME 2.907
kkal/kg (Lekitoo dkk., 2013). Pisang
raja memiliki kandungan nutrisi yang baik dan ketersediaannya berpotensi, namun
sampai saat ini peternak yang menggunakan kulit pisang raja masih kurang.
Dilaporkan bahwa sebagian besar kulit pisang raja dimanfaatkan sebagai bahan
baku pakan ikan. (Satria dan Ahda, 2008).
Hasil survei di lapangan menunjukan bahwa dari
beberapa peternak yang ada di Kota Manokwari hanya terdapat satu peternak yang
menggunakan kulit pisang sebagai
pakan ternak babi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1).
Dari hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis limbah yang ada di Kota Manokwari yang
berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak babi adalah: limbah darah,
ampas tahu,kulit kedelai, kulit kecambah kacang hijau, kulit keladi, limbah
perikanan, limbah sayuran, limbah warung makan dan kulit pisang raja.
2).
Produksi Limbah
Per Hari
Darah (215,5 kg/hari), ampas tahu (2010 kg/hari), kulit kedelai (392
kg/hari), kulit kecambah kacang hijau (19,50 kg/hari), kulit keladi (16,5
kg/hari), limbah ikan (1105 kg/hari),
limbah sayur (578, 33 kg/hari), limbah warung makan (2128 kg/hari) dan kulit
pisang raja (201,62 kg/hari).
Saran
1.
Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara komplit dan menyeluruh tentang
limbah-limbah yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan alternatif untuk pakan ternak babi yang terdapat di
Kabupaten Manokwari.
2.
Perlu adanya
perhatian dan tindak lanjut dari perguruan tinggi dan dinas terkait untuk
mensosialisaskan manfaat dan penggunaan limbah sebagai pakan alternatif bagi
ternak babi.
DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris
Kanisius. 1993. Beternak Ayam Pedaging.
Yayasan Kanisius. Yogyakarta.
Anonimous. 2009. Dedak padi dan cara menilainya.
http://selfmixing.blogspot.com/2009/04/dedak-padi-dan-cara-menilainya.html.
Diakses pada tanggal 5 Mei 2014.
Anonimous. 2012a. Pakan ternak
limbah.https://sites.google.com/site/nanosajalah/assignments/pakanternaklimbah. Diakses pada tanggal 5 Mei 2014
Anonimous.
2012b. Pengertian limbah pertanian
http://spoilerin.blogspot.com/2012/03/pengertian-limbah-pertanian.html. Diakses pada tanggal 5 Mei 2014.
Anonimous. 2012c. Limbah peternakan.
Anonimous.
2013. Limbah
industri tahu. http://green.kompasiana.com/polusi/2013/05/16/limbah-industri-tahu-560580.html.(
Diakses pada tanggal 4 Mei 2014).
BPS Papua Barat.
2013. Papua Barat Dalam Angka. Badan
Pusat Statistik. Manokwari.
Ernita Dewi. 2000. Kacang hijau
(phaseolus radiatus l). http//www.asiamaya.com/jamu/isi/kacang-hijau-phaseolusradiatus.htm.
(Diakse Pada Tanggal 19 Juni 2014)
Iman, H.,R. Hidayat and Mansyur. 2005. Effect of using molasses in mix silage processing of tofu waste and dry
top cane on ph value and nutrients composition. Jurnal Ilmu Ternak Vol. 5,
No. 2: 94-99.
King’ori, A. M., J. K. Tuitoek, dan H. K. Muiruri. 1998. Comparison
of fermented mealas protein supplements
for growing pigs. J. Trop. Anim health and prod. 196:30-191. Diakses pada
hari kamis tanggal 19 Juni 2014.
Lekitoo, N.M., S.
Hartini,S. Lumatauw,D.D. Rahardjo,S.Y.
Randa, dan T.S. Widayati. 2013. Studi Potensi Pakan Lokal Untuk Pengembangan Peternakan Babi di
Kabupaten Manokwari. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua. Manokwari.Kerja Sama FPPK Unipa dan Dinas Pertanian Peternakan dan Ketahanan
Pangan Provinsi Papua Barat.
Macklin, B. 2009.Pemanfaatan
limbah dari tanaman pisang. Fakultas Teknologi Industri Pertanian,
Universitas Padjajaran. Bandung. http://onlinebuku.com.pemanfaatan-limbah-dari-tanaman-pisang./html.
hal. 1-3.Diakses pada tanggal 20 Juni 2014, Pukul 16:35 Wit.
Mansy. 2002. Komposisi beberapa jenis limbah sayuran. Skripsi Sarjana. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Martsiano. 2008. Ransum ayam
kampung. www.WordPress. Diakses pada tanggal: 21
Juni 2014. Pukul 15:30 Wit.
Mastika, I. M. 2011. Potensi
Limbah Pertanian dan Industri Pertanian untuk Makanan Ternak. Udayana
University Press. Bali.
Nainggolan S.J. 1994. Pengaruh
pemberian ampas tahu sebagai pakan tambahan terhadap pertambahan bobot badan
kambing peranakan etawah (PE). Skripsi Sarjana.
Fakultas Pertanian Universitas Cenderawasih. Manokwari.
Marani O. Y.
2004. Pemeliharaan babi oleh masyarakat
suku arfak di kampung gaya baru kelurahan wosi distrik manokwari. Skripsi.
Fakultas Peternakan Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua.
Manokwari.
NRC. 1998. Nutrient
Requirements Of Swine 10th Revised edition. National Academic
Press. Washington, D.C
Pattiselano, F dan D. A. Iyai. 2005.
Peternak babi di manokwari
mempertahankan tradisi dan meningkatkan taraf hidup. Majalah Pertanian
Berkelanjutan SALAM, 13:24-25.
Said I. N. dan D.H Wahjono.
2010. Teknologi pengolahan air
limbah-tahu tempe dengan proses biofilter anaerob dan aerob (tidak
diterbitkan)
Sarwono, B. 1994.Beternak
Kelinci Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
Satria B. dan Y. Ahda. 2008. Pengolahan
kulit pisang menjadi pektin dengan metode ekstraksi. Fakultas Teknik,
Universitas Diponegoro.Hal. 5-7.
Siahaan D. Maraden. 2002. Pengaruh
penambahan tepung darah dan lama penyimpanan terhadap perubahan kualitas kompos
dengan bahan baku rumen sapi. Skripsi Sarjana. FakultasPeternakan, Institut
Pertanian. Bogor.
Siagian, P.H. 1994. Pemanfaatan
limbah rumah potong hewan (rph), upaya pengelolaan ekosistem pertanian dan
usaha peternakan.Materi Pelatihan Inspektur/Pengawas Pengelolaan
Lingkungan.Cipayung. Diakses pada hari Jumat, 20 Juni 2014 Pukul 15:00 Wit.
Siagian H.P., R. Priyanto dan R. Sembiring. 2004. Kualitas daging babi dengan pemberian zeolit dan tepung darah sebagai
sumber protein dalam Ransum.
Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor. Media Peternakan Vol. 7 No. 1.
Siswati D. N., A. Zain and Mohammad. 2010. Animal feed making from fish waste with fermentation process.
Departemen of Chemical Engineering FTI UPN “Veteran”.East Java.Jurnal Teknik
Kimia Vol. 4, No. 2.
Sukadi I.K., I.G.N.G. Bidura dan D. A. Warmadewi. 2013. The effect of fermented pollard, soybean
hull, and cocoa pod with “Yeast Culture” On carcass weight and meat cholesterol
of male bali duck. Fakultas
Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar.
Susilorini
T. E., E. S. Manik dan Muharline. 2008. Budi
Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tillman,
D. Allen, H. Hartadi,
S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S.
Lebdosoekojo, 1991. Ilmu Makanan
TernakDasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Yafur. F. N. 2008. Tingkat pemanfaatan limbah warung makan
nasi campur dan bakso sebagai pakan ternak babi di kota manokwari. Skripsi
Sarjana. Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri
Papua.Manokwari.
Yulianto J. 2010. Pengaruh penggunaan kulit kecambah kacang
hijau dalam ransum terhadap kecernaan bahan kering dan organik pada kelinci keturunan vlaams reus jantan. Skripsi Sarjana. Fakultas
Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Yusuf M., Agusstano dan D. K. Meles. 2012. Kandungan protein kasar dan serat kasar
pada kulit pisang raja yang difermentasi dengan
trichoderma viride dan bacillus
subtilis sebagai bahan baku Pakan Ikan. Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas
Airlangga. Surabaya. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 4, No. 1
Majanto Ullo, S.Pt
Riwayat Penulis:
Penulis dilahirkan di Mokwam, 05 Maret 1992. Penulis menyelesaikan pendidikan SD YPPGI Mokwam pada tahun 2004, SKB Manokwari Pada Tahun 2007, SMA Advent Manokwari jurusan IPA pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Universitas Negeri Papua hingga selesai pada Tahun 2014.
Alamat email: jantoullo@gmail.com
Merkur's Merkur Futur Adjustable Double Edge Safety Razor
BalasHapusThe Merkur 메리트 카지노 Futur is adjustable, 바카라 and more specifically, a 2-piece design. This adjustable razor has 온카지노 a polished chrome finish. The razor has a snap closure and €54.99 · In stock
No Deposit Bonus Codes - Casino Sites
BalasHapus› casinosites 마카오 바카라 라이브 벳 › seda bet casinosites Casino Sites No Deposit Bonus Codes ➤ Review updated 해외 토토 사이트 Dec 12, 2021 ✓ €50 No Deposit Bonus Code for Slots ✓ €50 No Deposit Bonus 포커 스트레이트 ✓ Free Spins.